Selasa, 01 Maret 2011

SELAMATKAN KASIL PANEN PADI



Pasca panen adalah semua kegiatan mulai dari panen sampai menghasilkan produk setengah jadi (Intermediated Product) yang tidak mengalami perubahan sifat dan  komposisi kimia. Penanganan pasca panen padi merupakan upaya strategis dalam mendukung peningkatan produksi padi dan ketahanan pangan. Kontribusi penanganan pasca panen terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan tercapainya mutu gabah/beras sesuai dengan persyaratan mutu. Dalam penganan pasca panen padi salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras.  Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang berdaarkan pada prisnsip supaya dapat menekan kehilangan hasil panen dan mempertahankan mutu hasil gabah/beras.
Sehubungan dengan hal tersebut maka petani dan pelaku pasca panen lainnya perlu diberikan  pedoman/panduan penaganan pasca panen yang baik dengan harapan petani atau pelaku lainnya dapat melakukan penanganan pasca panen yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianjurkan sehingga mampu menghasilkan gabah/beras yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
Dengan adanya pedoman/acuan ini bertujuan agar pelaku utama dan pelaku usaha dapat melakukan cara - cara penanganan pasca panen yang baik agar dapat menekan tingkat kehilanagan hasil padi, memproduksi gabah/beras sesuai dengan persyaratan mutu (SNI).
Penanganan pasca panen merupakan kegiatan penangan padi sejak mulai dipanen sampai menghasilkan produk antara setengah jadi (Intermediated Product) yang siap dipasarkan. Dengan demikian, kegiatan penanganan pasca penen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu pemanenan, penumpukan dan pengumpulan, perontokan dan pembersihan, pengangkutan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta penggilingan.
Pengertian-pengertian
·         Gabah adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara    perontokan, dibersihkan dan dikeringkan.
·         Gabah Kering Panen (GKP) adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara perontokan, dibersihkan dan dikeringkan yang memiliki kadar air maksimum 25%, butir hampa/kotoran maksimum 10%, butir kuning/rusak maksimum 3%, butir hijau/mengapur 10%, dan butir merah maksimur 3%.
·         Gabah Kering Giling (GKG) adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara perontokan, dibersihkan dan dikeringkan yang memiliki kadar air maksimum 14%, butir hampa/kotoran maksimum 3%, butir kuning/rusak maksimum 3%, butir hijau/mengapur 5%, dan butir merah maksimur 3%.
·         Beras adalah hasil utama dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi yang seluruh sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan.
Proses Penanganan Pasca panen Padi
Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras.
1)      Penentuan Saat Panen
Penentuan saat penen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah.
Penentuan saat panen dapat dilakukan berdaarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
a.      Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan malai padi pada lahan hamparan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, kenampakan umur panen optimal padi dicapai apa bila 90% - 95% butir gabah pada malai padi sudah nampak menguning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi

b.      Pengamatan Teoritis
Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air gabah dengan moisture tester . Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen yang tepat adalah 30 – 35 hari setelah padi berbunga merata atau antara 135 – 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum  dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23% pada musim kemarau dan antara 24 – 26% pada musim penghujan (Damardjati, 1974 ; Damardjati at.al, 1981).
2)      Pemanenan
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi serta menerapkan system panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini kehilangan hasil dapat mencapai 9,52% apa bila pemanenan padi dilakukan secara tidak tepat.
a)      Umur Panen Padi
Pemanenan padi harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan sbb :
1.      Gabah pada malai 90 – 95% tampak menguning,
2.      Malai berumur 30 – 35 hari setelah padi berbunga merata,
3.      Kadar air gabah mencapai 25 – 26% diukur dengan moisture tester
b)      Alat dan Mesin Pemanen Padi
Pemanenan padi harus menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan teknis, Alat dan mesin yang digunakan untuk memanen padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini alat dan mesin untuk memanen padi telah berkembang mengikuti varietas baru yang dihasilkan. Alat pemanen padi telah berkembang dari ani-ani menjadi sabit biasa dan menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat tajam, dan terakhir telah diintroduksikan reaver, steapper, dan combine harvester. Dengan semakin berkembangnya teknologi alat pemanen padi  berupa ani-ani mungkin pada saat ini sudah tidak dipergunakan lagi.
 Cara Panen Padi dengan Sabit
Sabit merupakan alat pemanen padi manual untuk memotong tangkai padi secara cepat. Sabit terdiri dari dua jenis, yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit biasa atau sabit bergerigi pada umumnya digunakan untuk memanen padi varietas unggul baru berpostur pendek seperti IR- 64 dan Cisadane. Penggunaan sabit bergerigi sangat dianjurkan karena dapat menekan kehilangan hasil sebesar 3% (Damardjati, at.al, 1989 ; Nugraha at.al 1990).
Spesifikasi sabit bergerigi yaitu :
·         Gagang terbuat dari kayu bulat diameter  ± 2 cm dan panjang 15 cm
·         Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12 - 16 gerigi sepanjang 1 inci.
 Pemanenan padi dengan sabit dapat dilakukan pemotongan bagian atas, potong tengah dan potong bawah tergantung cara perontokannya. Pemanenan dengan cara potong bawah apa bila perontokannya dilakukan dengan cara dibanting/digebot atau dengan pedal threser. Sedangkan pemanenan dengan cara potong atas atau potong tengah apa bila perontokan dengan menggunakan power thresher.
Dengan semakin terbatas tenaga kerja panen tersebut, perlu meningkatkan efisiensi dalam kegiatan panen, misalnya dengan introduksi alat/mesin panen stripper, reaper dan combine harvester. Dari unjuk kerja alat terlihat bahwa kapasitas kerja stripper jauh lebih tinggi dibanding panen secara tradisional (manual), sedangkan dan combine harvester menunjukkan kapasitas kerja tertinggi. Namun demikian penggunaan combine harvester ini membutuhkan banyak persyaratan, antara lain lahan harus cukup kering atau cukup keras agar dapat menahan beban alat, disamping itu tanaman padi yang akan dipanen tidak boleh basah agar tidak terjadi kemacetan di dalam sistem perontokan.
Walaupun penampilan dan hasil uji fungsional mesin pemanen cukup baik dengan tingkat kehilangan hasil rendah, namun keberadaan mesin-mesin pemanen tersebut belum diterima oleh para tenaga pemanen. Para tenaga pemanen sangat menentang keberadaan mesin pemanen karena mereka khawatir akan terdesak oleh penggunaan mesin perontok.
3)      Perontokan
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan.
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin perontok (BPS,1996). Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang (Setyono dkk.,1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono dkk., 2000). Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % - 8,9 % (Rachmat dkk., 1993; Setyono dkk.,2001) Untuk menghindari hal tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok.
Penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah, yaitu kurang dari 1%.  Penggunaan mesin perontok dalam perontokan padi, selain dapat menekan kehilangan hasil juga dapat meningkatkan kapasitas kerja.
Secara nasional kehilangan hasil selama penanganan masih relatif tinggi, yaitu sekitar 21 % dan yang tertinggi terjadi pada tahapan pemanenan sekitar 9% dan perontokan sebesar 5% (BPS,1988; BPS,1996). Kehilangan hasil panen padi ini akan lebih besar lagi apabila para pemanen menunda perontokan padinya selama satu sampai tiga hari yang menyebabkan kehilangan hasil antara 2,57% -3,12% (Nugraha dkk, 1990 ). Dalam sistem pemanenan padi, proses pemotongan padi dan proses perontokan merupakann satu kesatuan proses yang dilaksanakan oleh tenaga pemanen. Kehilangan hasil panen padi dipengaruhi oleh (1) varietas, (2) kadar air gabah saat panen, (3) alat panen, (4) cara panen, (5) cara/alat perontokan, dan (6) sistem pemanenan padi (Rumiati, 1982).
Upaya peningkatan produktivitas padi diberbagai sentral produksi padi belum diikuti dengan penanganan pascapanen yang memadai, sehingga berakibat pada tingginya kehilangan hasil baik secara kuantitatif maupun kualitatif.  Kehilangan hasil secara kualitatif lebih banyak terjadi pada panen dan perontokan akibat perilaku para pemanen karena jumlah pemanen yang cukup banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar